
Dalam dunia keuangan global, di mana pasar buka 24 jam dan transaksi bernilai jutaan dolar dieksekusi dalam hitungan milidetik, kegagalan sistem bukanlah pilihan. Risiko operasional, mulai dari pemadaman listrik, bencana alam, hingga serangan siber, dapat melumpuhkan pasar dan mengakibatkan kerugian finansial yang masif. Inilah yang mendasari pentingnya Business Continuity Plan (BCP) yang kuat, khususnya dalam infrastruktur telekomunikasi keuangan. Business Continuity Plan adalah serangkaian prosedur dan sistem redundansi yang dirancang untuk memastikan meja operasi (dealing room) dan semua jalur komunikasinya dapat terus berfungsi atau pulih dalam waktu minimum (Recovery Time Objective / RTO) setelah terjadi gangguan besar. BCP bukan sekadar rencana pemulihan bencana; ini adalah strategi proaktif untuk menjamin kelangsungan bisnis.
BCP yang efektif dalam telekomunikasi keuangan berfokus pada redundansi multi-lapisan:
Sebagai contoh, pada Selasa, 19 November 2024, saat terjadi pemadaman listrik total di Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, salah satu bank investasi besar mengaktifkan Business Continuity Plan mereka. Dalam waktu kurang dari 15 menit, semua trader yang kritikal telah dipindahkan ke Situs Kontingensi yang berlokasi di Cikarang, Bekasi, dan melanjutkan operasi trading melalui jalur koneksi dedicated cadangan, menghindari kerugian market access.
Kesiapan BCP wajib diuji secara berkala oleh lembaga keuangan dan diaudit oleh badan regulator. Business Continuity Plan harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh otoritas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau bank sentral. Uji coba BCP biasanya dilakukan setidaknya sekali setahun.
Pada Kamis, 5 Juni 2025, tim audit dari Direktorat Pengawasan Sistem Keamanan OJK melakukan latihan simulasi serangan siber pada sistem telekomunikasi salah satu perusahaan efek. Latihan ini, yang diawasi langsung oleh Ibu Rina Wulandari, S.T., M.M., bertujuan untuk mengukur RTO (Waktu Pemulihan) yang sebenarnya, yang dalam skenario tersebut ditargetkan tidak melebihi satu jam. Hasil pengujian ini menentukan apakah perusahaan telah memenuhi standar keamanan dan BCP yang berlaku.
Dalam menghadapi ancaman siber yang menjadi bagian dari risiko BCP, kolaborasi dengan aparat keamanan juga esensial. Pada Rabu, 26 Februari 2025, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui unit Cyber Crime mengadakan lokakarya dengan Chief Technology Officer lembaga keuangan untuk menyelaraskan prosedur tanggap darurat siber. Prosedur ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Business Continuity Plan dalam menangani serangan ransomware yang dapat mengunci akses ke sistem komunikasi dan data center.