Pergeseran menuju Cloud-Based Solution telah menjadi revolusi tak terhindarkan di berbagai industri, termasuk sektor telekomunikasi keuangan yang sangat sensitif. Adopsi solusi berbasis cloud (awan) menjanjikan efisiensi, skalabilitas, dan inovasi yang lebih cepat bagi lembaga keuangan. Namun, transisi ini datang dengan serangkaian kompleks Tantangan dan Peluang yang harus dikelola secara hati-hati. Tantangan dan Peluang ini terutama berputar pada tiga poros utama: keamanan data yang ketat, kepatuhan regulasi yang berlapis, dan isu latensi yang krusial dalam perdagangan real-time. Institusi keuangan yang berhasil menyeimbangkan ketiga poros ini akan berada di garis depan inovasi, sementara yang gagal berisiko tertinggal.
Salah satu Tantangan dan Peluang terbesar dalam mengadopsi cloud di sektor finansial adalah menjaga keamanan dan kedaulatan data. Institusi keuangan beroperasi di bawah regulasi yang sangat ketat (seperti OJK, MiFID II, atau GDPR) yang mewajibkan data sensitif disimpan dan diproses sesuai standar yurisdiksi tertentu. Ketika data dipindahkan ke cloud publik, muncul kekhawatiran tentang lokasi fisik data (data residency) dan siapa yang memiliki akses ke kunci enkripsi. Untuk mengatasinya, banyak perusahaan mengadopsi hybrid cloud atau private cloud, menggunakan Strategi Enkripsi canggih untuk memastikan data tetap terisolasi dan terlindungi.
Contoh konkret, pada Rabu, 17 Januari 2025, Kepala Regulator Teknologi di Bank Sentral, Bapak Dr. Dwi Satya Nugraha, mengeluarkan surat edaran yang menggarisbawahi bahwa penyedia layanan cloud harus memiliki sertifikasi keamanan ISO/IEC 27017 dan 27018 untuk data keuangan, menekankan pentingnya audit keamanan pihak ketiga secara rutin.
Di sisi lain, potensi efisiensi dan inovasi menjadi peluang besar. Solusi cloud-based memungkinkan lembaga keuangan untuk meningkatkan kapasitas trading mereka dalam hitungan menit—bukan bulan—untuk merespons lonjakan volume pasar. Hal ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan perdagangan algoritma dan High-Frequency Trading (HFT). Selain itu, cloud secara inheren mendukung perencanaan keberlanjutan bisnis (Business Continuity Plan / BCP) yang lebih robust.
Penyedia layanan cloud menyediakan redundansi geografis secara otomatis. Jika terjadi insiden pada satu data center di Jakarta, misalnya pada Selasa, 14 Oktober 2025, karena pemadaman listrik masif, operasi telekomunikasi keuangan dapat secara instan dialihkan (failover) ke data center lain di Singapura tanpa gangguan. Kemampuan pemulihan bencana (Disaster Recovery) yang cepat dan otomatis ini merupakan Tantangan dan Peluang yang besar untuk stabilitas pasar.
Meskipun cloud sering dihubungkan dengan latensi yang lebih tinggi, penyedia layanan kini berinvestasi pada edge computing dan koneksi serat optik berkecepatan tinggi yang didedikasikan untuk cloud, sehingga latensi dapat diminimalkan. Integrasi layanan telekomunikasi dealer voice ke cloud memungkinkan trader mengakses sistem mereka dari lokasi mana pun, mendukung model kerja hibrida. Kemajuan ini telah membuka pintu bagi inovasi RegTech (teknologi regulasi) dan SupTech (teknologi pengawasan) yang memanfaatkan kekuatan komputasi cloud untuk analisis kepatuhan real-time dan deteksi kecurangan.