Di era kecepatan digital, kemampuan perusahaan untuk merilis pembaruan perangkat lunak secara cepat, andal, dan sering menjadi faktor penentu keberhasilan. Untuk mencapai hal ini, pendekatan DevOps menjadi filosofi operasional yang tak terhindarkan. DevOps bukan sekadar alat atau teknologi, melainkan sebuah budaya yang bertujuan Mengintegrasikan Pengembangan (Development) perangkat lunak dan Operasi (Operations) TI. Dengan menghilangkan silo tradisional antara kedua tim ini, DevOps memungkinkan siklus deployment yang otomatis dan berkelanjutan, menghasilkan produk yang lebih stabil dan time-to-market yang jauh lebih singkat.
Secara historis, tim Pengembangan dan Operasi bekerja secara terpisah (silo). Tim Pengembangan fokus pada penulisan fitur baru, sementara tim Operasi bertanggung jawab menjaga stabilitas sistem yang sudah berjalan. Ketika developer menyerahkan kode (hand-off) ke tim Operations, sering terjadi konflik: kode yang berjalan sempurna di lingkungan lokal developer tiba-tiba crash di lingkungan produksi. Perbedaan fokus ini menyebabkan keterlambatan, yang dikenal sebagai Dev-Ops conflict. DevOps mengatasi ini dengan Mengintegrasikan Pengembangan sejak awal. Tim DevOps membangun pipa kerja (pipeline) yang otomatis, di mana testing dan deployment disematkan langsung dalam proses coding, memaksa kedua belah pihak berbagi tanggung jawab dan tujuan yang sama.
Jantung dari DevOps adalah praktik Continuous Integration (CI) dan Continuous Delivery/Deployment (CD).
Continuous Integration (CI): Setiap perubahan kode dari developer secara otomatis digabungkan (merge) ke repositori utama, dan kemudian diuji secara otomatis. Tujuannya adalah mendeteksi konflik dan bug segera, bukan berminggu-minggu setelahnya.
Continuous Delivery/Deployment (CD): Setelah kode lolos semua pengujian otomatis, kode tersebut siap untuk di-deploy ke lingkungan produksi. Jika diatur sebagai Continuous Deployment, proses deployment terjadi secara otomatis tanpa intervensi manusia, yang memungkinkan rilis pembaruan beberapa kali dalam sehari.
Penerapan pipeline CI/CD ini memerlukan otomatisasi penuh menggunakan alat-alat seperti Jenkins, GitLab CI, atau GitHub Actions.
Dengan Mengintegrasikan Pengembangan dan pengujian otomatis di setiap tahap, DevOps secara fundamental meningkatkan keandalan perangkat lunak. Perubahan kecil yang sering terjadi jauh lebih mudah diperiksa dan diperbaiki daripada perubahan besar yang jarang terjadi. Selain itu, praktik DevSecOps kini menjadi standar, di mana alat keamanan (security tools) diotomatisasi untuk memindai kerentanan kode (vulnerability scanning) bahkan sebelum kode tersebut sampai ke staging environment. Berdasarkan data internal tim DevOps perusahaan teknologi A, setelah mengimplementasikan DevSecOps pada 1 Oktober 2024, jumlah bug keamanan kritis yang lolos ke produksi berkurang hingga $85\%$.
Kecepatan deployment adalah metrik utama DevOps. Misalnya, perusahaan FinTech tertentu mampu mengurangi waktu lead time (dari penulisan kode hingga deployment di produksi) dari dua minggu menjadi hanya 45 menit, yang memungkinkan mereka merespons permintaan pasar atau ancaman keamanan siber dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi. DevOps juga meningkatkan kolaborasi antar tim. Dalam rapat retrospektif pasca-rilis (terakhir diadakan pada hari Senin, 3 November 2025, pukul 10:00 pagi), tim Pengembangan dan Operasi kini bekerja bersama untuk menganalisis metrik performa sistem, bukan saling menyalahkan.
DevOps mewakili evolusi budaya yang sangat dibutuhkan dalam industri TI, menjamin bahwa produk perangkat lunak tidak hanya inovatif tetapi juga tangguh dan dapat diandalkan.